Kelompok Studi Ekonomi Islam Sharia Economic Forum Universitas Gunadarma (KSEI SEF Gunadarma) bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) berhasil menyelenggarakan kegiatan diksusi online, Sabtu (18/04/2020).

Kegiatan dengan mengusung tema “Fintech: Kawan atau Lawan Riba?” ini dimulai pukul 19.30 s.d 21.00 WIB. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi Zoom Meeting sebagai media virtual dengan dipandu oleh moderator Saudara Rezaldi Dwinanta Tama selaku Staff Kementerian Pengembangan Sumber Daya Insani (PSDI) periode 2019/2020. Diskusi online ini diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai instansi, baik praktisi maupun akademisi. 

Diskusi ini bertujuan untuk menemani rekan-rekan yang sedang menjalani masa karantina di tengah semakin mewabahnya pandemi COVID-19 agar keilmuwan peserta tetap ter-upgrade dan terisi dengan wawasan yang baru. Latar belakang penyelenggaraan kegiatan tersebut adalah untuk mengedukasi masyarakat terkait perkembangan teknologi di era digital terutama dalam bidang keuangan. Masyarakat sering mengenal era ini dengan istilah digital disruption yang merupakan suatu kondisi yang sedang terjadi akibat perubahan teknologi dan bentuk model bisnis dalam era digital, kejadian ini membuat suatu perubahan yang besar sehingga menimbulkan sebuah era baru pada kondisi bisnis yang sudah ada sebelumnya. Salah satu inovasi dalam era digital disruption adalah dengan kehadiran layanan keuangan berbasis teknologi yaitu financial technology (fintech). 

Maka dari itu, SEF Gunadarma selaku penyelenggara diskusi mengundang praktisi yang berasal dari AFSI, Bapak Emil Dharma, S.E., Ak., M.Com., selaku Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI). Dalam pemaparanya, Bapak Emil berbagi penjelasan mengenai perkembangan fintech syariah dan berbagai jenis kegunaan fintech untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi. 

“Salah satu contoh digital disruption yang terjadi di Indonesia adalah hadirnya ojek online, secara tidak langsung membuat banyak industri yang terganggu dengan adanya hal tersebut, misalnya logistik, transportasi, payment, restoran, dan banyak lagi,” ujar Bapak Emil.

Beliau menilai fintech dapat menjadi solusi bagi pembiayaan masyarakat terutama masyarakat yang kekurangan modal dalam mengembangkan usahanya. Fintech sudah mampu menyalurkan dana sebesar Rp 95.394,57 miliar di berbagai provinsi di Indonesia dengan daerah terbesar adalah DKI Jakarta dengan pembiayaan kurang lebih Rp 29.037,11 miliar.

Bukti yang menandakan fintech berkembang pesat di Indonesia yaitu dengan adanya jenis fintech lainnya yaitu IKD (Inovasi Keuangan Digital) yang merupakan terobosan atau ide-ide terbaru di bidang teknologi perihal keuangan digital yang pada awalnya hanya terdapat 5 kategori IKD. Namun kini sudah terdapat 15 kategori IKD.

Permasalahan permodalan dan pembiayaan yang ada di Indonesia yaitu apabila mencari modal atau pembiayaan melalui perbankan konvensional, fintech konvensional, atau perorangan dengan bunga, semuanya adalah haram menurut tinjauan syariat Islam. Dikatakan haram, karena mengandung riba, maysir, gharar, bathil, dharar, dan dzalim. Modal bisnis dari riba hukumnya adalah haram. Karena dalam surah Al-Baqarah: 276 dijelaskan, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”

Atas dasar amar ma’ruf nahi mungkar, maka muncul lah Fintech Syariah Indonesia yang sudah difatwakan oleh DSN MUI No.117/DSN-MUI/II/2018. Fintech Syariah Indonesia menerapkan operasionalnya tanpa bunga, tanpa denda, tanpa akad batil, tanpa agunan, dan tanpa riba dengan menggunakan akad-akad yang sesuai dengan syariat Islam.

Beliau berharap bahwa dengan adanya perkembangan keuangan digital ini terutama fintech syariah mampu meningkatkan market share keuangan syariah di Indonesia yang saat ini baru sebesar 8,47%; serta mampu meningkatkan literasi masyarakat dalam bidang keuangan syariah.

“Fintech syariah di Indonesia berusaha untuk selalu sesuai dengan Al-Qur’an dengan cara melakukan screening pada perusahaan-perusahaan yang melakukan pendaftaran di fintech syariah, mulai dari modal sampai dengan akad dalam transaksinya,” pungkasnya.